Life is easy. As can smile, smile. While still able to make someone happy, do it.

Senin, 21 November 2011

Air Mataku Awal dari Senyumku -Antara Alyssa dan Papa- oleh Safira Adelina



            Malam itu, aku sontak terbangun dari tidur tegakku di depan meja belajar. Suara mobil papa terdengar menempati  garasi.  “ Papa baru saja pulang,  jam berapa ini?” batinku dengan mukaku yang masih terlihat lusuh sambil melirik jam dinding. Ia sering pulang malam belakangan ini dan jarang menemuiku. Entah pulang dari kantor atau tempat lain yang tak pernah ia ceritakan padaku.  Aku rasa ada yang berubah dengan sikap papa. “ Ini sudah terlalu malam untuk menanyakan hal ini pada papa. Mungkin besok lebih tepatnya,” pikirku.  Kurebahkan diriku diatas kasur empuk dan bantal bintangku , serta sejenak melupakan semua itu.
            Kriinng...Kriinng... 
            Tanganku mulai meraba – raba meja mencari di mana sumber suara itu. “Kutemukan kau jam weker, diamlah aku masih mengantuk,” eluhku terhadap benda mati itu. Rasanya belum 1 menit aku memejamkan mata, bibi telah memanggilku, “Non, bangun sudah pagi.” Dengan kekuatan yang kupunya, ku melangkahkan kakikku ke kamar mandi di sebelah lemari. Beberapa menit kemudian, aku telah siap dengan seragam SMA-ku yang rapi.
            Aku mulai turun menuju meja makan. Kuharapkan untuk kali ini, papa akan menemaniku sarapan. Wajahku langsung berubah menjadi lemas ketika tak ada satupun yang akan menemaniku di meja makan besar ini.  Bibi keluar dari dapur .     “ Ada nasi goreng, ayam goreng, roti ! Non, pilih yang mana? “ tawar bibiku. “ Roti ,bi! Aku hanya ingin sarapan itu.”jawabku dengan raut wajah sedih. Bibi hanya mengangguk,  sesegera ia  mulai mengambil roti dan memberinya selai coklat kacang. Ia selalu ingat apa yang aku suka. Sejak kecil Bibi selalu bersama keluargaku dan aku sangat mengenalnya.
            Kumakan roti buatan bibi yang terlihat enak itu. Tapi, sama seperti yang lalu - lalu , rasanya seperti hambar karena tak ada yang menemaniku. Aku segera menghabiskan semuanya dan P. Marno siap mengantarkanku ke sekolah.


            Aku mengemasi buku dan alat tulis berbarengan dengan bel pulang sekolah yang berbunyi. Aku sesegera mungkin keluar dari sekolah. Rasanya ingin segera sampai dirumah dan mengobrol menulis diary. Setidaknya aku akan merasa lega, Aku ingin meluangkan kesedihanku semenjak kepergiaannya. Mamaku telah pergi meninggalkan kami sekitar setengah tahun yang lalu dalam kecelakaan yang di kendarai ayah. Saat itu, ayah mulai terlihat sedih dan lebih banyak meluangkan waktunya di kantor.
            Sesampainya dirumah, aku berlari menuju kamarku lalu duduk. Mulai membuka buku diaryku dan menulis.
            Dear Diary,                                                                        Sabtu , 04 April 2010
            Andaikan dirimu bukan sebuah diary, Izinkalah aku memintamu menemaniku. Menemani makan pagiku,mengantarkanku ke sekolah, bersamaku, bercanda tawa, maupun mengecup dahiku sebelum tidur. Semua yang tidak lagi kurasakan setengah tahun ini.
            Mama ku telah pergi meninggalkanku dan takkan kembali.Sekarang, papa tidak mengindahkanku dan memperhatikanku. Seakan ia ingin melupakannku dan meningggalkanku dengan kesibukannya. Tak ada lagi istilah kehangatan disini. Sudah sekitar 2 hari, aku tak melihat wajah papa. Ia pulang malam dan pergi pagi. Yang hanya ada di fikirannya adalah perusahaan. Ini seperti mimpi buruk yang tak kukira.
            Tak terasa aku meneteskan air mata sembari melihat foto kami bersama duduk tersenyum sebagai keluarga bahagia. “ Alyssa, kau diatas? Turun nak!  “ seperti suara papa memanggilku. “Alyssa, kau diatas?Turun nak! “ panggil papa lagi. “ Ya, benar itu suara papa,” batinku sambil mengusap air mata.
            Aku segera turun dan memastikan apakah itu bukan halusinasi. Senyum tersungging diwajahku, dan ia benar – benar papa. “ Tapi, siapa wanita disebelahnya?” aku berkata dalam hati.
            “ Pa? “ tanyaku pelan sambil melirik wanita itu. “ Al, kenalkan dia. Dia adalah Tante Christina. Dia wanita baik dan sangat memiliki sifat keibuan,” jelas papa. Belum sempat bersalaman aku meninggalkan mereka dan acuh tak acuh. Berlari dengan mata berlinang tanpa menghiraukan mereka yang memandangku aneh.
            Bruukk..
            Terdengar suara pintu kamarku yang kututup dengan kasar. Dibalik pintu, diriku mulai lemas . Aku takut kehilangan orang yang kusayang untuk ke-2 kalinya. Aku belum siap menerima Tante Christina sebagai pengganti mama.  “Secepat itukah melupakan mama?” pertanyaan ini terus berputar di kepalaku. Namun aku baru sadar bahwa selama ini ia tak menemaniku karena waktu papa telah terpusat dengan kerja dan Tante Christina.
            Tok tok tok..
            “Al, buka pintu!  Papa ingin menyampaikan sesuatu,” suruh papa.
            “ Tidak , pa! Aku ingin sendiri, aku rasa itu lebih baik. “ balas aku.
            “ Tapi sayang, kau salah mengartikan,“ tegas papa.
            “ Sudahlah , pa. Sebaiknya papa mengantarkan dia.” jawab aku. Suara papa tak terdengar lagi. Mungkin ia memang benar – benar akan mengantarkan tante itu. Perasaanku bercampur aduk, disatu sisi aku ingin papa tidak melupakan mama. Disisi lain aku ingin papa bahagia. Masalah ini sampai membuat diriku tertidur pulas. Ini cara paling ampuh menenangkan diri.

            Keesokan paginya, Papa memasuki kamarku saat diriku tertidur pulas.
            “ Bangun, Al ! Sudah pagi! “ suara papa mencoba membangunkanku.
            “ eeegh.. ,” suara samarku terdengar. Aku mulai bangun dengan kaget ketika melihat papa duduk disebelahku. Mataku mencoba tak menatap mata papa.
            “ Selamat ulang tahun, sayang!” ucap papa.
            “ Ulang tahun? “ pikirku aneh sambil mengambil kalender di meja samping. Diriku benar – benar berulang tahun hari itu, ditandai dengan bulpen merah yang melingkari tanggal hari ini.
            “ Kalau hari ini memang ulang tahunku, hal pertama yang aku tidak inginkan adalah ucapan papa. ! “ Aku terlihat masih kesal.
              Al, papa mengerti kamu masih marah sama papa. Tapi sebenarnya, apa yang kamu fikirkan semua itu salah, “ tegas papa.
            “ Apa yang salah , pa? Aku mengerti papa melupakan mama dan menemukan wanita itu! Tapi aku mohon , jangan sekarang. Alyssa rasa melupakan mama itu terlalu cepat, “ jelas aku.
            “ Astaga Alyssa ! Papa tak punya hubungan dengan wanita itu. Dia hanya teman lama papa. Sejak dulu, yang hanya ada dihati papa adalah mama. Sampai kapanpun papa tidak mungkin melupakan dan menghapus itu, Al! “ terang papa.
            “ Papa sungguh? “ tanya aku penuh keraguan.
            “ Ya , Al. Maafkan papa, selama ini tidak memperhatikanmu. Karena papa juga perlu waktu untuk menenangkan diri perihal kepergian mamamu, “ jawab papa penuh keyakinan.
            Mulai muncul senyum di bibirku. “ Aku sungguh sayang , papa! Kalian berdua sama berharganya di hidupku, mama dan papa ! Jangan tinggal aku lagi, pa! “ mohon aku.
            “ Itu semua pasti,  karena anak papa yang satu ini adalah harta berharga yang papa punya.” peluk papa. “Oiya, berhubung hari ini adalah hari ulang tahunmu, ayo bersiap diri. Papa ingin mengajakmu makan di luar. “ sambung papa.
            Aku menganggukan kepala tanda setuju dan senyum mulai hadir kembali di tengah kami.
            Sejak saat itu, aku mulai membuang segala fikiran burukku kepada semua orang, khususnya kepada papa. Dan karena itu pula, papa tak lupa dengan janjinya untuk menemani hari – hariku. Hidup ini mulai berjalan dengan baik dan semakin indah walaupun tak sesempurna dulu..
              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar